Minggu, 09 Desember 2012

Model-Model Analisis Kebijakan Publik


Maksud dibuatnya model menurut Wahab (2008:72), “adalah untuk membantu pekerjaan mereka (analis) dalam memahami dan memvisualisasikan realita kebiajakan publik yang kompleks”. Menurut Wahab (2008:72), “dengan berbekalkan model-model dan tipologi-tipologi itulah maka analis kebijakan publik (public polcy anayst) akan dipermudah tugasnya dalam upayanya memahami bagamana proses perumusan atau proses implementasi kebijakan publik itu. Menurut Bullock dan Stallybrass yang dikutip Wahab (2008:72), “model ialah suatu pengejawantahan dari sesuatu yang lain, yang dirancang untuk tujuan tertentu”. Dye dalam Wahab (2008:73), mengatakan bahwa “a model is merely an abstraction or representation of political life”. Artinya apa yang disebut model itu pada haklekatnya adalah suatu upaya menyederhanakan atau mengejawantahkan kenyataan politik.
Fungsi utama model menurut suharto (2010:70), adalah untuk mempermudah kita menerangkan suatu benda atau konsep. Dalam beberapa kasus, model dapat didasari suatu teori, tetapi model juga dapat dipakai untuk menguji atau menjelaskan suatu hipotesis sebagai bagian dari proses perumusan teori. Oleh karena itu, model memiliki fungsi:
                              1.            Membantu kita untuk memperoleh pemahaman tentang beroperasinya sistem alamiah atau sistem bautan manusia. Modelo membantu kita menjelaskan sistem apa, dan bagaimana sistem tersebut beroperasi;
                              2.            Membantu kitadalam menjelaskan permasalahan dan memilah-milah elemen-elemen tertentu yang relevan dengan permasalahan;
                              3.            Membantu kita memperjelas hubungan antara elemen-elemen tersebut;
                              4.            Membantu kita dalam merumuskan kesimpulan dan hipotesis mengenai hakekat hubungan antar elemen.
Jadi perumusan kebijakan publik akan lebih mudah dipelajari apabila menggunakan suatu pendekatan atau model tertentu. Dengan berbekalkan model-model dan tipologi-tipologi itulah maka analis kebijakan publik (public policy analyst) akan lebih dipermudah tugasnya dalam upayanya memahami bagaimana proses perumusan atau proses implementasi kebijakan publik. Analisis kebijakan publik merupakan kegiatan penelusuran terhadap masalah yang sangat kompleks dengan cakupan yang sangat luas. Maka dengan penggunaan model tertentu akan membantu proses penelitian.
Henry dalam Islamy (2007:36) mengelompokkan dua tipologi dalam analisis model  kebijakan, yaitu (1) kebijakan publik dianalisa dari sudut proses; (2) kebijakan publik dianalisa dianalisa dari sudut hasil dan akibat (efek)nya. Selanjutnya Dye dalam Wahab (2008:77), membagi model analisis kebijakan publik ke dalam 6 buah model, yaitu : model kelembagaan, model kelompok, model elit, model rasional, model inkremental dan model sistem. Menurut henry dalam Islamy (2007:36), Tipologi yang termasuk ke dalam kelompok penganalisisan dari sudut proses adalah.
Model kelembagaan
Dari sudut pandang model kelembagaan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh warga negara, baik secara perseorangan maupun secara berkelompok pada umumya terkonsentrasi dan tertuju pada lembaga-lembaga pemerintah. Kebijakan publik menurut model kelembagaan ini ditetapkan, disahkan, dilaksanakan dan dipaksakan pemberlakuannya oleh lembaga-lembaga pemerintah tersebut.
Dengan perkataan lain, menurut model ini terdapat hubunan yang erat antara kebijakan publik dan lembag-lembaga pemerintah. Kebijakan apapun tidak akan menjadi kebijakan publik kalau ia tidak diterima, diimplementasikan dan dipaksakan pemberlakuannya oleh lembaga-lembaga pemerintah.
Model kelembagaan biasanya dipakai untuk menelaah proses perumusan/ pembuatan kebijakan publik, namun sebetulnya dapat pula dimanfaatkan untuk menelaah implementasi kebijakan publik, model ini dipakai untuk menjelaskan kondisi aktual dan potensial dri lemabaga-lemabag pemerintah, dan menganalisis kenapa satu persoalan yang sama kadangkala harus diorganisasikan dan diatur oleh beberapa lemabaga.
Model kelompok
Model kelompok pada dasarnya berangkat dari suatu anggapan bahwa interaksi antar kelompok dalam masyarakat itulah yang menjadi pusat perhatian politik. Dalam hal ini individu-individu yang memiliki latar belakang kepentingan yang sama biasanya akan bergabung baik secara formal amupun secara informal untuk mendesakkan kepentingan-kepentingan mereka kepada pemerintah.
Dari sudut pandang model kelompok, perilaku individu akanmempunyai makna politik kalau mereka bertindak sebagai bagian dari kelompok atau atas nama kepentingan kelompok. Kelompok dapat diibaratkan sebagai sebuah jembatan politik penting yang menghubungkan antara individu dengan pemerintah, karena politik tidak lain adalah perjuangan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok untuk emmpengaruhi kebijakan publik. Sebagai alat bantu analisis, model kelompok ini selain dapat dipergunakan untuk meganalisis proses pembuatan kebijakan publik juga dapat dipergunakan untuk menganalisis proses implementasinya.
Model rasional
Dalam model ini konsep rasionalitas sama dengan konsep efisiensi. Oleh karena itu dapat diaktakan bahwa suatu kebijaksanaan yang sangat efisien, dimana rasio antara nilai yang dicapai dan nilai yang dikorbankannya adalah positif dan lebih tinggi dibandingkan dengan alternatif-alternatif yang lain, Islamy (2000:50). Dalam setiap organisasi tentu terdapat sejumlah cara untuk pencapaian tujuan, danpada saat dihadapkan dengan kebutuhan untuk membuat suatu pilihan diantara berbagai alternatif, maka pembuat keputusan yang rasional (rational decision-maker) harus memilih alternatif yang dirasanya paling tepat guna mecapai hasil akhir (outcome) yang diinginkan.
Menurut anggapan para penganut model rasional dalam pembuatan/perumusan kebijakan publik para pembuat kebijakan dituntut untuk mengetahui seluruh niali-nilai masyarakat dan tidak cukup kalau hanya mengetahui nilai-nilai dari kalangan tertentu atau segolongan kecil warga masyarakat. oleh karena itu mudah dipahami jika pembuatan kebijakan yang rasional ini memerlukan pemahaman holistik dan mendasarkan diri pada “sejumlah besar skala nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan yang relevan”, Hoogwood dan Gunn dalam Wahab (2008:101).
Model inkremental
Model inkremental pada hakikatnya memandang kebijakan publik sebagai kelanjutan dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh pemerintah di masa lampau, dengan hanya melakukan perubahan-perubahan seperlunya. Pendekatan ini diambil ketika pengambil kebijakan berhadapan dengan keterbatasan waktu, ketersediaan informasi dan kecukupan dana untuk melakukan evaluasi kebijakan secara komprehensif.
Model sistem
Manfaat utama dari model sistem ini ialah kemampuannya untuk mengkonsepsualisasikan  secara sederhana gejala-gejala politik (political phenomena) yang, dalam kenyataan sebenarnya kerapkali jauh darikompleks. Dengan lebih memfokuskan pada proses-proses (processes) dan bukannya pada lembaga-lembaga (institutions) atau struktur-struktur (structures). Model sistem juga bermanfaat dalam mengelompokkan proses kebijakan (policy process) ke dalam tahapan-tahapan yang berbeda-beda yang masing-masing tahapan itu dapat pula dianalisis secara lebih terperinci.
Model Elit
Model elit adalah (the ruling elite model) adlaah sebuah model analisis yang dikembangkan dengan mengacu pada teori elit (elite theory).Kebijakan publik dilihat dari sudut teori elit selalu dianggap sebagai the result of preference and values of governing elite (cerminan dari preferensi kehendak dan nilai-nilai yang dianut oleh elit berkuasa). Miliband berpendapat bahwa negara bukanlah sebuah badan yang netral, melainkan sebuah instrumen untuk dominasi klas. Dalam masyarakat kapitalis negara pada hakekatnya merupakan instrumen bagi golongan borjuis untuk mengokohkan dominasinya (secara sosial, ekonomi dan politik) dalam masyarakat, (Wahab (2008:88). Kelompok elit yang bertugas membuat dan melaksanakan kebijaksanaan digambarkan dalam model ini sebagai mampu bertindak/berbuat dalam suatu lingkungan yang ditandai dengan sikap massa yang apatis, kerancuan informasi, sehingga massa menjadi pasif. Kebijakan publik mengalir dari atas ke bawah, yaitu dari golongan elit ke golongan masssa. Kelompok elit yang mempunyai kekuasaaan dan nilai-nilai elit berbeda dengan massa. Dengan demikian kebijakan publik adalah merupakan perwujudan keinginan-keinginan utama dan nilai-nilai golongan elit yang berkuasa.
Menurut Islamy (2000:40), Model elit-massa dapat dirumuskan secara singkat sebagai berukut :
  • Masyarakat dibagi menjadi dua kelompok kecil (golongan elit) yang mempunyai kekuasaan (penguasa) dan kelompok besar (golongan non-elit) yang tidak punya kekuasaan (diuasai). Hanya sejumlah kecil orang-orang yang menentukan kebijaksanaan negara, sedangkan massa (rakyat) tidak ikut menentukan.
  • Kelompok elit yang berkuasa tidak mempunyai tipe yang sama (berbeda) dengan kelompok non-elit yang dikuasai. Karena kelompok elit ditentukan atau dipilih secara istimewa dari golongan masyarakat yang mempunyai tingkat sosial-ekonomi tinggi.
  • Perpindahna posisi/kedudukan dari non-elit ke elit harus diusahakan selamba mungkin dan terus-menerus untuk mempertahankan stabilitas dan menghindari pergolakan (revolusi). Hanyala non-elit ynag telah menerima konsensus dasar golongan elit yang dapat masuk ke dalam lingkaran penguasa.
  • Golongan elit menggunakan konsensus tadi untuk mendukung nilai-nilai dasar dan sistem sosial untuk melindungi sistem tersebut.
  • Kebijaksanaan negara tidaklah menggambarkan keinginan massa tetapi keinginan elit.
  • Golongan elit yang aktif relatif sedikit sekali memperoleh pengaruh dari massa yang apatis/pasif. Elitlah yang mempengaruhi masa dan bukan massa yang mempengaruhi elit.

Menurut Islamy (1984:39), kelompok elit yang bertugas membuat dan melaksanakan kebijaksanaan digambarkan dalam model ini sebagai mampu bertindak/berbuat dalam suatu lingkungan yang ditandai dengan sikap massa yang apatis, kerancuan informasi, sehingga massa menjadi pasif. Kebijaksanaan negara mengalir dari atas ke bawah, yaitu dari golongan elit yang mempunyai kekuasaan dan nilai-nilai elit berbeda dengan massa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar