Maksud dibuatnya model menurut Wahab (2008:72), “adalah
untuk membantu pekerjaan mereka (analis) dalam memahami dan memvisualisasikan
realita kebiajakan publik yang kompleks”. Menurut Wahab (2008:72), “dengan
berbekalkan model-model dan tipologi-tipologi itulah maka analis kebijakan
publik (public polcy anayst) akan
dipermudah tugasnya dalam upayanya memahami bagamana proses perumusan atau
proses implementasi kebijakan publik itu. Menurut Bullock dan Stallybrass yang
dikutip Wahab (2008:72), “model ialah suatu pengejawantahan dari sesuatu yang
lain, yang dirancang untuk tujuan tertentu”. Dye
dalam Wahab (2008:73), mengatakan bahwa “a model is merely an abstraction or
representation of political life”. Artinya apa yang disebut model itu pada
haklekatnya adalah suatu upaya menyederhanakan atau mengejawantahkan kenyataan
politik.
Fungsi
utama model menurut suharto (2010:70), adalah untuk mempermudah kita
menerangkan suatu benda atau konsep. Dalam beberapa kasus, model dapat didasari
suatu teori, tetapi model juga dapat dipakai untuk menguji atau menjelaskan
suatu hipotesis sebagai bagian dari proses perumusan teori. Oleh karena itu,
model memiliki fungsi:
1.
Membantu kita untuk
memperoleh pemahaman tentang beroperasinya sistem alamiah atau sistem bautan
manusia. Modelo membantu kita menjelaskan sistem apa, dan bagaimana sistem
tersebut beroperasi;
2.
Membantu kitadalam
menjelaskan permasalahan dan memilah-milah elemen-elemen tertentu yang relevan
dengan permasalahan;
3.
Membantu kita
memperjelas hubungan antara elemen-elemen tersebut;
4.
Membantu kita dalam
merumuskan kesimpulan dan hipotesis mengenai hakekat hubungan antar elemen.
Jadi
perumusan kebijakan publik akan lebih mudah dipelajari apabila menggunakan suatu
pendekatan atau model tertentu. Dengan berbekalkan model-model dan
tipologi-tipologi itulah maka analis kebijakan publik (public policy analyst)
akan lebih dipermudah tugasnya dalam upayanya memahami bagaimana proses perumusan atau proses
implementasi kebijakan publik. Analisis
kebijakan publik merupakan kegiatan penelusuran terhadap masalah yang sangat
kompleks dengan cakupan yang sangat luas. Maka dengan penggunaan model tertentu
akan membantu proses penelitian.
Henry dalam Islamy (2007:36)
mengelompokkan dua tipologi dalam analisis model kebijakan, yaitu (1)
kebijakan publik dianalisa dari sudut proses; (2) kebijakan publik dianalisa
dianalisa dari sudut hasil dan akibat (efek)nya. Selanjutnya
Dye dalam Wahab (2008:77), membagi model analisis kebijakan publik ke dalam 6
buah model, yaitu : model kelembagaan, model kelompok, model elit, model
rasional, model inkremental dan model sistem. Menurut henry dalam Islamy (2007:36), Tipologi yang termasuk ke dalam
kelompok penganalisisan dari sudut proses adalah.
Model kelembagaan
Dari sudut pandang model kelembagaan,
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh warga negara, baik secara perseorangan
maupun secara berkelompok pada umumya terkonsentrasi dan tertuju pada
lembaga-lembaga pemerintah. Kebijakan publik menurut model kelembagaan ini
ditetapkan, disahkan, dilaksanakan dan dipaksakan pemberlakuannya oleh
lembaga-lembaga pemerintah tersebut.
Dengan perkataan lain, menurut model ini terdapat
hubunan yang erat antara kebijakan publik dan lembag-lembaga pemerintah.
Kebijakan apapun tidak akan menjadi kebijakan publik kalau ia tidak diterima,
diimplementasikan dan dipaksakan pemberlakuannya oleh lembaga-lembaga
pemerintah.
Model kelembagaan biasanya dipakai untuk menelaah
proses perumusan/ pembuatan kebijakan publik, namun sebetulnya dapat pula
dimanfaatkan untuk menelaah implementasi kebijakan publik, model ini dipakai
untuk menjelaskan kondisi aktual dan potensial dri lemabaga-lemabag pemerintah,
dan menganalisis kenapa satu persoalan yang sama kadangkala harus diorganisasikan
dan diatur oleh beberapa lemabaga.
Model kelompok
Model kelompok pada dasarnya berangkat dari suatu
anggapan bahwa interaksi antar kelompok dalam masyarakat itulah yang menjadi
pusat perhatian politik. Dalam hal ini individu-individu yang memiliki latar
belakang kepentingan yang sama biasanya akan bergabung baik secara formal
amupun secara informal untuk mendesakkan kepentingan-kepentingan mereka kepada
pemerintah.
Dari sudut pandang model kelompok, perilaku individu
akanmempunyai makna politik kalau mereka bertindak sebagai bagian dari kelompok
atau atas nama kepentingan kelompok. Kelompok dapat diibaratkan sebagai sebuah
jembatan politik penting yang menghubungkan antara individu dengan pemerintah,
karena politik tidak lain adalah perjuangan yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok untuk emmpengaruhi kebijakan publik. Sebagai alat bantu
analisis, model kelompok ini selain dapat dipergunakan untuk meganalisis proses
pembuatan kebijakan publik juga dapat dipergunakan untuk menganalisis proses
implementasinya.
Model rasional
Dalam model ini konsep rasionalitas sama dengan konsep
efisiensi. Oleh karena itu dapat diaktakan bahwa suatu kebijaksanaan yang
sangat efisien, dimana rasio antara nilai yang dicapai dan nilai yang
dikorbankannya adalah positif dan lebih tinggi dibandingkan dengan
alternatif-alternatif yang lain, Islamy (2000:50). Dalam setiap organisasi
tentu terdapat sejumlah cara untuk pencapaian tujuan, danpada saat dihadapkan
dengan kebutuhan untuk membuat suatu pilihan diantara berbagai alternatif, maka
pembuat keputusan yang rasional (rational
decision-maker) harus memilih alternatif yang dirasanya paling tepat guna
mecapai hasil akhir (outcome) yang
diinginkan.
Menurut anggapan para penganut model rasional dalam
pembuatan/perumusan kebijakan publik para pembuat kebijakan dituntut untuk
mengetahui seluruh niali-nilai masyarakat dan tidak cukup kalau hanya
mengetahui nilai-nilai dari kalangan tertentu atau segolongan kecil warga
masyarakat. oleh karena itu mudah dipahami jika pembuatan kebijakan yang
rasional ini memerlukan pemahaman holistik dan mendasarkan diri pada “sejumlah
besar skala nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan yang relevan”, Hoogwood dan
Gunn dalam Wahab (2008:101).
Model inkremental
Model inkremental pada hakikatnya memandang kebijakan
publik sebagai kelanjutan dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh
pemerintah di masa lampau, dengan hanya melakukan perubahan-perubahan
seperlunya. Pendekatan ini diambil ketika pengambil
kebijakan berhadapan dengan keterbatasan waktu, ketersediaan informasi dan
kecukupan dana untuk melakukan evaluasi kebijakan secara komprehensif.
Model sistem
Manfaat utama dari model sistem ini ialah kemampuannya
untuk mengkonsepsualisasikan secara
sederhana gejala-gejala politik (political
phenomena) yang, dalam kenyataan sebenarnya kerapkali jauh darikompleks.
Dengan lebih memfokuskan pada proses-proses (processes)
dan bukannya pada lembaga-lembaga (institutions)
atau struktur-struktur (structures). Model
sistem juga bermanfaat dalam mengelompokkan proses kebijakan (policy process) ke dalam
tahapan-tahapan yang berbeda-beda yang masing-masing tahapan itu dapat pula
dianalisis secara lebih terperinci.
Model Elit
Model elit adalah (the
ruling elite model) adlaah sebuah model analisis yang dikembangkan dengan
mengacu pada teori elit (elite theory).Kebijakan
publik dilihat dari sudut teori elit selalu dianggap sebagai the result of preference and values of
governing elite
(cerminan dari preferensi kehendak dan nilai-nilai yang dianut oleh elit
berkuasa). Miliband berpendapat bahwa negara bukanlah sebuah badan yang netral,
melainkan sebuah instrumen untuk dominasi klas. Dalam masyarakat kapitalis
negara pada hakekatnya merupakan instrumen bagi golongan borjuis untuk
mengokohkan dominasinya (secara sosial, ekonomi dan politik) dalam masyarakat,
(Wahab (2008:88). Kelompok elit yang bertugas membuat dan melaksanakan
kebijaksanaan digambarkan dalam model ini sebagai mampu bertindak/berbuat dalam
suatu lingkungan yang ditandai dengan sikap massa yang apatis, kerancuan
informasi, sehingga massa menjadi pasif. Kebijakan publik mengalir dari atas ke
bawah, yaitu dari golongan elit ke golongan masssa. Kelompok elit yang
mempunyai kekuasaaan dan nilai-nilai elit berbeda dengan massa. Dengan demikian
kebijakan publik adalah merupakan perwujudan keinginan-keinginan utama dan
nilai-nilai golongan elit yang berkuasa.
Menurut
Islamy (2000:40), Model elit-massa dapat dirumuskan secara singkat sebagai
berukut :
- Masyarakat
dibagi menjadi dua kelompok kecil (golongan elit) yang mempunyai kekuasaan
(penguasa) dan kelompok besar (golongan non-elit) yang tidak punya
kekuasaan (diuasai). Hanya sejumlah kecil orang-orang yang menentukan
kebijaksanaan negara, sedangkan massa (rakyat) tidak ikut menentukan.
- Kelompok
elit yang berkuasa tidak mempunyai tipe yang sama (berbeda) dengan
kelompok non-elit yang dikuasai. Karena kelompok elit ditentukan atau
dipilih secara istimewa dari golongan masyarakat yang mempunyai tingkat
sosial-ekonomi tinggi.
- Perpindahna
posisi/kedudukan dari non-elit ke elit harus diusahakan selamba mungkin
dan terus-menerus untuk mempertahankan stabilitas dan menghindari
pergolakan (revolusi). Hanyala non-elit ynag telah menerima konsensus
dasar golongan elit yang dapat masuk ke dalam lingkaran penguasa.
- Golongan
elit menggunakan konsensus tadi untuk mendukung nilai-nilai dasar dan
sistem sosial untuk melindungi sistem tersebut.
- Kebijaksanaan
negara tidaklah menggambarkan keinginan massa tetapi keinginan elit.
- Golongan
elit yang aktif relatif sedikit sekali memperoleh pengaruh dari massa yang
apatis/pasif. Elitlah yang mempengaruhi masa dan bukan massa yang
mempengaruhi elit.
Menurut
Islamy (1984:39), kelompok elit yang bertugas membuat dan melaksanakan
kebijaksanaan digambarkan dalam model ini sebagai mampu bertindak/berbuat dalam
suatu lingkungan yang ditandai dengan sikap massa yang apatis, kerancuan
informasi, sehingga massa menjadi pasif. Kebijaksanaan negara mengalir dari
atas ke bawah, yaitu dari golongan elit yang mempunyai kekuasaan dan nilai-nilai
elit berbeda dengan massa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar